MAKALAH KONSEP KERANGKA DASAR AJARAN AGAMA ISLAM DAN HUKUM ISLAM SECARA UMUM

KONSEP KERANGKA DASAR AJARAN AGAMA ISLAM DAN HUKUM ISLAM SECARA UMUM

MAKALAH

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah: Hukum Islam
Hari/Tanggal: Kamis, 21 Februari 2019
Pukul: 13:15 – 14:50 WIB

Dosen Pengampu :
Fitriyani, S.Ag., M.H




Disusun Oleh:

            Alya Syarifa Tsany                                                     
Intan Yusmunizar Zahra Daulay                                 
Alivia Putri Aina                                                         

Kelas H


PROGRAM STUDI S1 HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019





KATA PENGANTAR


Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat, kemudahan dan perlindungan-NYA hingga  penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep Kerangka Dasar Ajaran Agama Islam dan Hukum Islam secara Umum”. Tujuan pembuatan makalah ini untuk menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Hukum Islam. Penulis berharap agar makalah yang dibuat dapat bermanfaat khususnya bagi pembaca dan umumnya bagi masyarakat luas.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dari dosen pengampu yaitu Ibu Fitriyani, S.Ag., MH sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca agar menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.







Jakarta, 21 Februari 2019







Penulis







BAB I

PEMBAHASAN


1.                  Pengertian Hukum Islam

Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab yaitu حكم yang mendapat imbuhan ا dan ل sehingga menjadi الحكم. Bentuk masdar dari حكم, يحكم . Selain itu, الحكم artinya “kebijaksanaan”. Maksudnya, orang yang memahami hukum lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai orang bijaksana. Selain itu, akar kata حكم dapat melahirkan kata الحكم artinya “kendali atau kekangan kuda”, yaitu hukum dapat mengendalikan atau mengekang seseorang dari hal-hal yang sebenarnya dilarang oleh agama.
Dalam perkembangan ilmu fiqh/ushul fiqh yang demikian pesat, para ulama ushul fiqh telah menetapkan definisi hukum islam secara terminologi di antaranya yang dikemukakan oleh al-Baidlawi dan Abu Zahrah (1982) bahwa hukum islam merupakan “Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan maupun bersifat wadl’iy”. Kemudian secara rinci Muhammad Abu Zahrah (1994) mengartikan sebagai: “Khitab (titah) Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf yang bersift memerintahkan terwujudnya kemaslahatan dan mencegah terjadinya kejahatan, baik titah itu mengandung tuntutan (perintah dan larangan) atau semata-mata menerangkan pilihan (kebolehan memilih) atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang terhadap suatu hukum.”[1]



2.      Ruang Lingkup Hukum Islam

Ruang lingkup hukum Islam, menurut Zainudin Ali (2013) mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut:
1)      Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT. (ritual) yang terdiri dari :
a)      Rukun Islam: mengucapkan syahadatain, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bila mempunyai kemampuan (fisik dan nonfisik).
b)      Ibadah yang berhubungan dengan rukun islam dan ibadah lainnya, yaitu: (1) Badani (bersifat fisik), yaitu bersuci: wudhu, mandi, tayamum, peraturan untuk menghilangkan najis, peraturan air, istinja, dan lain-lain, adzan, iqamat, I’tikaf, do’a, shalawat, umrah, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan jenazah, dan lain-lain. (2) Mali (bersifat harta): zakat, infaq, shadaqah, qurban, ‘aqiqah, fidyah, dan lain-lain.

2)      Mu’amalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar menukar harta (termasuk jual-beli), diantaranya: dagang, pinjam- meminjam, sewa-menyewa, kerjasama dagang, simpanan barang atau uang, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, barang titipan, pesanan dan lain-lain.

3)      Jinayah, yaitu peraturan yang meyangkut pidana islam, di antaranya:    qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman memabukkan (khamr), murtad, khiyanat dalam berjuang, kesaksian, dan lain-lain.

4)      Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah kemasyarakatan, di antaranya: persaudaraan, musyawarah, keadilan, tolong menolong, kebebasan, toleransi, tanggung jawab social, kepemimpinan, pemerintahan, dan lain-lain.

5)      Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribasidi, di antaranya: syukur, sabar, rendah hati, pemaaf, tawakkal, konsekuen, berani, berbuat baik kepada ayah dan ibu, dan lain-lain

6)      Peraturan-peraturan lainnya diantaranya : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar, pengentasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, masjid, dakwah, perang, dan lain-lain.
Bila ruang lingkup syari’ah di atas dianalisis objek pembahasannya, maka tampak mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan social, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan dimaksud adalah:
(1) Kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubugan langsung antara manusia dengan Tuhan, dan
(2) Kaidah mu’amalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan makhluk lain di lingkungannya.[2]




3. Ciri-Ciri Hukum Islam

Ciri-ciri utama hukum Islam, yakni:
(1) merupakan bagian bersumber dari agama Islam;
(2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam;
(3) mempunyai dua istilah kunci yakni
(a) Syari’at Muhammad dan fikih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia;
(4) terdiri dari dua bidang utama yakni
(a) ibadat
(b) dalam arti yang luas.  Ibadat bersifat tertutup karena telah sempurna untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi dari masa ke masa;
(5) strukturnya berlapis, terdiri dari
(a) nas atau teks Al-qur’an,
(b) sunnah Nabi Muhammad (untuk syari’at),
(c) hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang Al-qur’an dan as-sunnah,
(d) pelaksanaan dalam praktik baik
(i)  berupa keputusan hakim, maupun
(ii) berupa amalan-amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk fikih)
(6) mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;
(7) dapat dibagi menjadi
            (a) hukum taklifi atau hukum taklif yakni al-ahkam al-akhamsah yaitu lima kaidah, lima jenis sunat, makruh, wajib, dan haram dan
            (b) hukum wadhi yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.
(8) berwatak universal , pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa saja;
(9) menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan;
(10) pelaksaannya dalam praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam.[3]



4. Tujuan Hukum Islam

Abu Ishaqal Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara:
(1)   agama
(2)   jiwa
(3)   akal
(4)   keturunan
(5)   harta
yang kemudian disepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya. Kelima tujuan hukum islam itu di dalam kepustakaan disebut al-maqasid atau al-shari’ah (tujuan-tujuan hukum Islam). Tujuan hukum Islam tersebut di atas dapat dilihat dari dua segi yakni:
(1) dari segi pembuat hukum Islam itu sendiri yaitu Allah dan rasul-Nya
(2) dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksa hukum Islam itu.
 Jika dilihat dari (1) pembuat hukum Islam, tujuan hukum Islam itu adalah : pertama untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang berisfat primer, sekunder dan tersier, yang dalam kepustakaan hukum masing-masing disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat, dan tahsiniyyat. Kedua, tujuan hukum Islam itu adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, supaya dapat ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari ushul al fiqh yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metodologinya. Di samping itu dari segi (2) pelaku hukum yakni manusia sendiri, tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan mempertahankan kehidupan yang berbahagia dan mempertahankan kehidupan itu. Caranya adalah dengan mengambil yang bermanfaat, mencegah dan menolak uang mudarat bagi kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hakiki hukum Islam, jika dirumuskan secara umum, adalah tercapainya keridhaan Allah dalam kehidupan manusia di dunia ini dan akhirat kelak. (Juhaya S. Praja, 1998:196) [4]

Secara umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT. adalah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebahagiaan manusia seluruhnya, baik dunia dan akhirat. Ungkapan tersebut ditegaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah : 201-202 dengan terjemahan sebagai berikut:

“Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.

Sesuai tujuan Al-Qur;an di atas terdapat tiga sasaran utama dari tujuan penetapan hukum islam menurut Abu Zahra (1994) yaitu pertama, penyucian jiwa, kedua, penegakan keadilan dan yang ketiga, perwujudan kemaslahatan.

Secara hakiki, tujuan hukum islam yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Jalannya mengambil segala yang bermanfaat dan mecegah serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia. [5]



5. Sumber – Sumber Hukum Islam

1.      Al-Quran
Al-Quran adalah sumber hukum islam pertama dan utama. Ia memuat kaidah-kaidah hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut. Al-Quran adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya.
Sayyid Husein Nasr berkata: “Sebagai pedoman abadi, Al-Quran mempunyai tiga petunjuk bagi manusia :
a.       Pertama, adalah ajaran yang memberi pengetahuan tentang struktur (susunan) kenyataan alam semesta dan posisi berbagai makhluk, termasuk manusia, serta benda di jagad raya.
b.      Kedua, Al-Quran berisi petunjuk yang menyerupai sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, para nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka.
c.       Ketiga, Al-Quran berisi sesuatu yang sulit untuk dijelaskan dalam bahasa biasa.
Al – Quran memuat soal-soal yang berkenaan dengan:
(1) Akidah,
(2) Syariah baik 
      a. Ibadah maupun,
      b. Muamalah
(3) Akhlak
(4) Kisah – kisah Umat manusia di masa lalu
(5) Berita – Berita tentang zaman yang akan datang (kehidupan akhirat), dan
(6) Benih atau prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dasar-dasar hukum atau hukum-hukum dasar yang berlaku bagi alam semesta termasuk manusia di dalamnya[6]


2.      As-Sunnah atau Al-Hadist
As-Sunnah atau Al-Hadist adalah sumber hukum islam kedua setelah Al-Quran, berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab-kitab hadis. Ia merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang Al-quran.[7]
Sunnah atau hadis, yang sekarang terdapat dalam kitab- kitab hadis terdiri dari dua bagian yaitu:
(1)   Isnad atau sanad adalah sandaran untuk menentukan kualitas suatu hadis, merupakan rangkaian orang-orang yang menyampaikan (meriwayatkan) sunnah secara lisan turun-temurun dari generasi ke generasi (sampai sunnah itu dibukukan
(2)   Matan atau matn adalah materi atau isi sunnah

3.         Akal pikiran (al-Ra’yu atau Ijtihad)
Sumber hukum islam ketiga adalah akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan yang ada dalam memahami kaidah-kaidah hukum yang bersifat umum yang terdapat dalam sunnah nabi dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang dapat diterapkan dalam kasus kasus tertentu. [8]
Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran atau ra’yu untuk berijtihad dalam pengembangan hukum islam adalah :
(1)   Al-Quran surat Al-Nisa
(2)   Hadis Mu.az bin jabal yang menjelaskan bahwa Mu’az sebagai penguasa (uil amri) di Yaman dibenarkan oleh nabi mempergunakan ra.yunya untuk berijtihad
(3)   Contoh yang diberikan oleh ulil amri lain yakni khalifah II Umar bin Khattab, beberapa tahun setelah Nabi Muhammad wafat, dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang tumbuh dalam masyarakat, pada awal perkembangan islam



6. Asas-Asas Hukum Islam

Pengertian Asas
           
Perkataan asas berasal dari bahasa Arab, asasun. Artinya dasar, basis, pondasi. Kalua dihubungkan dengan system berpikir, yang dimaksud dengan asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Oleh karena itu, di dalam bahsa Indonesia, asas mempunyai arti (1) dasar, alas, pondamen. Jika asas dihubungkan dengan hokum, yang dimaksud dengan asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama, dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.
Asas Hukum Isalam berasal dari sumber hukum islam, terutama Al-Qur’an dan Al-Hadist yang dikembangkan oleh akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad.

Beberapa Asas Hukum Islam

Tim pengkajian Hukum Islam  Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, dalam laporannya tahun 1983/1984 (Laporan 1983/1984:14-27) menyebut beberapa asas Hukum Islam yang (1) bersifat umum, (2) dalam lapangan hukum pidana, dan (3) dalam lapangan hukum perdata. Sebagai sumbangan dalam penyusunan asas-asas hukum nasional, Tim itu hanya mengedepankan:

1.      Asas-asas umum
Asas-asas umum hukum islam yang meliputi semua bidang dan segala lapangan hukum islam adalah: asas keadilan, asas kepastian hukum, dan asas kemanfaatan

2.      Asas-asas dalam lapangan hukum pidana
Asas-asas dalam lapangan hukum pidana islam antara lain: asas legalitas, asas larangan memindahlan kesalahan pada orang lain, asas praduga tidak bersalah.

3.      Asas-asas dalam lapangan hukum perdata
Asas-asas dalam lapangan hukum perdata islam antara lain adalah: asas kebolehan untuk mubah, asas kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan, asas menolak mudarat, mengambil manfaat, asas kebajikan, asas kekeluargaan, asas adil dan berimbang, asas mendahulukan kewajiban dari hak, asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain, asas kemampuan berbuat[9]


Asas-asas Umum

1.      Asas Keadilan
Asas keadilan merupakan asas yang sangat penting dalam hukum isam. Demikian pentingnya, sehingga ia dapat disebut sebagai asas semua asas hukum islam. Di dalam Al-Qur’an, karena pentingnya kedudukan dan fungsi kata itu, keadilan disebut 1000 kali, terbanyak setelah Allah dan ilmu pengetahuan. Dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah asas, titik-tolak, proses dan sasaran hukum islam.

2.      Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan itu.

3.      Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum, seyogianya dipertimbangkan asas kemanfaatannya, baik bagi yang bersangkutan sendiri maupun bagi kepentingan masyarakat.

Asas-asas Hukum Pidana
           
Disamping asas-asas umum tersebut diatas, dilapangan hukum pidana juga terdapat asas-asas hukum islam. Diantaranya adalah:

1.      Asas Legalitas
Yang dimaksud asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang yang mengaturnya. Asas ini didasarkan pada Alquran surat Al-Isra (17) ayat 15.

2.      Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain
Asas ini terdapat dalam berbagai surat dan ayat Alquran. Dalam ayat 38 surat Al-Muddatsir (74). Asas ini berarti bahwa tidak boleh sekali-kali beban (dosa) seseorang dijadikan beban (dosa) orang lain. Karena pertanggung jawaban pidana itu individual sifatnya, kesalahan seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.

3.      Asas praduga tidak bersalah
Asas praduga tidak bersalah ialah seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan mrnyatakan dengan tegas kesalahan orang itu[10]

Asas-asas Hukum Perdata

Di lapangan hukum perdata terdapat asas-asas hukum Islam yang menjadi tumpuan atau landasan untuk melindungi kepentingan pribadi seseorang. Diantaranya adalah:

1.      Asas kebolehan atau mubah
Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan muamalah) sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Alquran dan As-Sunnah.

2.       Asas kemaslahatan hidup
Kemaslahatan hidup adalah segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan, berguna, berfaedah bagi kehidupan. Asas kemaslahatan hidup adalah asas yang mengandung makna bahwa hubungan perdata apapun juga dapat dilakukan asal hubungan itu mendatangkan kebaikan, berguna serta berfaedah bagi kehidupan manusia pribadi dan masyarakat, kendatipun tidak ada ketentuannya dalam Alquran dan As-Sunnah.

3.      Asas kebebasan dan kesukarelaan
Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak para pihak yang melahirkan kesukarelaan dalam persetujuan harus senantiasa diperhatikan.

4.   Asas menolak mudarat dan mengambil manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan perdata yang mendatangkan kerugian (mudarat) dan mengembangkan (hubungan perdata) yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.

5.   Asas kebajikan (kebaikan)
Asas ini mengandung arti bahwa setiap hubungan perdata seyogyanya mendatangkan kebajikan (kebaikan) kepada kedua belah pihak dan pihak ketiga dalam masyarakat.

6.   Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat
Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat adalah asas hubungan perdata yang disandarkan pada hormat menghormati, kasih mengasihi serta tolong-menolong dalam mencapai tujuan bersama.

7.   Asas adil dan berimbang
Asas keadilan mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak boleh mengandung unsur-unsur penipuan, penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak lain sedang kesempitan. Asas ini juga mengandung arti bahwa hasil yang diperoleh harus berimbang dengan usaha atau ikhtiar yang dilakukan.

8.   Asas mendahulukan kewajiban dan hak
Asas ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan hubungan perdata, para pihak harus mengutamakan penunaian kewajibannya lebih dahulu dari menuntut hak. Dalam system ajaran isalm, orang baru memperoleh haknya, misalnya mendapat imbalan (pahala), setelah ia menunaikan kewajibannya lebih dahulu.

9.   Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain
Asas ini mengandung arti bahwa para pihak yang mengadakan hubungan perdata tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain dalam hubungan perdatanya. Merusak harta, kendatipun tidak merugikan diri sendiri, tetapi merugikan orang lain, tidak dibenarkan dalam hukum islam.

10.  Asas kemampuan berbuat atau bertindak
Pada dasarnya setiap manusia dapat menjadi subjek dalam hubungan perdata jika ia memenuhi syarat untuk bertindak mengadakan hubungan itu. Dalam hukum islam, manusia yang dipandang mampu berbuat atau bertindak melakukan hubungan perdata adalah mereka yang mukallaf, yaitu mereka yang mampu memikul hak dan kewajiban, sehat rohani dan jasmaninya.

11.  Asas kebebasan berusaha
Asas ini mengandung makna bahwa pada prinsipnya setiap orang bebas berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri dan keluarganya.

12.  Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasai
Asas ini mengandung makna bahwa seseorang akan mendapat hak, misalnya, berdasarkan usaha dan jasa, baik yang dilakukannya sendiri maupun yang diusahakannya bersama-sama orang lain.

13.  Asas perlindungan hak
Asas ini mengandung arti bahwa semua hak yang diperoleh seseorang dengan jalan halal dan sah, harus dilindungi. Bila hak itu dilanggar oleh satu-satu pihak dalam hubungan perdata, pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut pengambilan hak itu atau menuntut kerugian pada pihak yang merugikannya.

14.  Asas hak milik berfungsi sosial
Asas ini menyangkut pemanfaatan hak milik yang dipunyai oleh seseorang. Menurut ajaran islam, hak milik tidak boleh dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadi pemiliknya, tetapi juga harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.

15.  Asas yang beritikad baik harus dilindungi
Asas ini berkaitan erat dengan asas lain yang menyatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan tertentu bertanggung jawab atau menanggung risiko perbuatannya.

16.  Asas risiko dibebankan pada harta, tidak pada pekerja
Asas ini mengandung penilaian yang tinggi terhadap kerja dan pekerjaan, berlaku terutama di perusahaan-perusahaan yang merupakan persekutuan antara pemilik modal (harta) dan pemilik tenaga (kerja).

17.  Asas mengatur dan memberi petunjuk
Sesuai dengan sifat hokum keperdataan pada umumnya dalam hokum islam berlaku asas yang menyatakan bahwa ketentuan ketentuan hokum perdata, kecuali yang bersifat ijbari (peralihan harta benda dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya) karena ketentuannya telah qath’i (bagian suami dengan kondisi tidak mempunyai anak mendapatkan setengah dari harta istri dan tidak boleh ada penafsiran lain)

18.  Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi
Asas ini mengandung makna bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam perjanjian tertulis di hadapan saksi-saksi (QS Al-Baqarah (2):282). Namun dalam keadaan tertentu, perjanjian itu dapat saja dilakukan secara lisan di hadapan saksi-saksi yang memenuhi syarat baik mengenai jumlahnya maupun mengenai kualitas orangnya.[11]

Asas-asas Hukum Perkawinan

Dalam ikatan ‘perkawinan’ sebagai salah satu bentuk perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai sego-segi perdata, berlaku beberapa asas, diantaranya adalah:

1.      Asas kesukarelaan
Asas kesukarelaan merupakan asas terpenting perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya terus terdapat antara kedua calon suami-istri, tetapi juga antara kedua orangtua kedua belah pihak.

2.         Asas persetujuan
Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan sekuensi logis asas pertama tadi. Ini berarti tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan.

3.      Asas kebebasan memilih pasangan
Asas kebebasan memilih pasangan juga disebutkan dalam Sunnah nabi. Deceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama Jariyah menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa ia (Jariyah) dapat memilih untuk meneruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih psangan dan kawin dengan orang lain yang disukainya.

4.      Asas kemitraan suami-istri
Asas kemitraan suami-istri nenpunyai tugas dan fungsi yang berbeda karena perbedaan kodrat. Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-istri dalam beberapa hal sama, dalam hal lain berbeda.

5.      Asas untuk selama-lamanya
Asas untuk selama-lamanya menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih saying selama hidup (QS Al-Rum (30):21)

6.      Asas monogami terbuka
Asas monogamy terbuka  adalah dinyatakan bahwa seorang pria Muslim boleh beristri lebih dari seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertentu[12]

Asas-asas Hukum Kewarisan

Asas hukum kewarisan islam yang dapat disalurkan dari Alquran dan Al-Hadis, seperti yang disinggung dimuka, diantaranya adalah:

1.      Asas Ijbari
Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris.

2.   Asas bilateral
Asas bilateral berarti bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu dari pihak kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat keturunsn perempuan.

3.   Asas individual
Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu dan kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing.

4.   Asas keadilan yang berimbang
Asas ini mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya.

5.   Asas akibat kematian
Asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalua ada yang meninggal dunia. Ini berarti bahwa kewarisan semata-mata sebagai ‘akibat kematian’ seseorang. Menurut ketentuan hukum kewarisan islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia.[13]



7. Prinsip Hukum Islam

Terhadap masalah-masalah sosial kemanusiaan yang memerlukan jawaban hukum, hukum islam bertitik tolak dari prinsip-prinsip hukumnya, yakni:

1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum islam. Prinsip ini menyebabkan bahwa semua manusia ada di bawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dengan kalimat laa ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Berdasarkan prinsip ini, maka pelaksanaan hukum islam merupakan ibadah. Ibadah dalam arti penghambatan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manifestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian, tidak boleh terjadi saling menuhankan sesama manusia dan atau sesama manusia dan atau sesama makhluk lain. Pelaksanaan hukum islam adalah ibadah dan penyerahan diri kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid ini melahirkan prinsip-prinsip khusus yang berlaku dalam fiqih ibadah, yakni:
a. Prinsip berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara.
b. Beban hukum (taklif) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, pensucian jiwa, dan pembentukan pribadi yang luhur.

2. Prinsip Keadilan
Keadilan berarti keseimbangan. Istilah keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan seorang pemimpin. Akan tetapi, keadilan dalam hukum islam meliputi berbagai aspek kehidupan. Prinsip keadilan meliputi keadilan dalam berbagai hubungan antara manusia dan masyarakatny, dan hubungan manusia dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan dalam hukum islam berarti pula keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan manusia untuk melaksanakan kewajiban itu.

3. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf berarti hukum islam yang digerakkan untuk merekayasa manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhai Allah. Nahi munkar berarti fungsi kontrol sosialnya. Atas dasar prinsip inilah, dalam hukum islam dikenal adanya perintah dan larangan, wajib dan haram, pilihan antara melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang kemudian dikenal dengan istilah hukum yang lima (al-ahkamul khasamah), yakni: wajib, sunnat, mubah, makruh dan haram.

4. Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan
Kebebasan dalam arti luas mencakup berbagai jenis, baik kebebasan individual maupun kebebasan komunal, kebebasan beragama, kebebasan berserikat dan kebebasan berpolitik. Prinsip kebebasan ini menghendaki agar agama dan hukum islam tidak disiarkan berdasarkan paksaan, akan tetapi berdasarkan penjelasan, argumentasi, dan pernyataan yang meyakinkan.



5. Prinsip Persamaan atau Egaliter
Contoh yang paling nyata dari pelaksaan prinsip egalite ini adalah islam menentang perbudakan. Kemudian manusia bukan terletak pada ras dan warna kulit. Kemuliaan manusia adalah karena zat manusianya itu sendiri dan pada tinggi rendahnya ketaqwaan seseorang.

6. Prinsip Ta’awun
Prinsip ta’awun berarti tolong menolong antar sesama manusia. Tolong menolong ini diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah. Prinsip ini menghendaki kaum muslim yang saling membantu atau menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.

7. Prinsip Toleransi (tasamuh)
Hukum islam mengharuskan umatnya hidup rukun dan damai di muka bumi tanpa memandang ras dan warna kulit. Toleransi yang dikehendaki islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak islam dan umatnya. Toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan umat islam. Adapun tujuan ditetapkannya di dunia, maupun kemaslahatannya di akhirat nanti. Apabila dirinci, maka tujuan ditetapkannya hukum islam ada lima, yakni:
1. Memelihara Kemaslahatan Agama
2. Memelihara Jiwa
3. Memelihara Akal
4. Memelihara Keturunan
5. Memelihara Harta Benda[14]












BAB II

PENUTUP


A. Kesimpulan
Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat kami simpulkan bahwa hukum islam adalah salah satu hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hukum Islam merupakan hukum yang bersifat mengatur dengan memuat beberapa aturan, perintah dan larangan, dan dijelaskan juga ada 5 hukum atau disebut alahkamul khasamah, seperti wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Hukum islam sama seperti hukum yang lainnya, yang memiliki tujuan, ciri-ciri tersendiri agar dapat mengetahui apa keistimewaan hukum islam yang tidak ada di hukum lainnya, memiliki prinsip dan asas-asas.

B. Saran
Dengan mata kuliah hukum islam yang diselenggarakan di semester kedua Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional diharapkan mahasiswa benar-benar mendalami dan sebaiknya juga mempelajari hukum-hukum lainnya, agar dapat memperdalam ilmu kita sebagai mahasiswa fakultas hukum. Untuk hukum islamnya sendiri tidak ada kecacatan yang hakiki karena hukum memang tujuannya untuk dipelajari dan ditaati karena pada hakikatnya hukum memanglah sekumpulan aturan berupa perintah atau larangan yang bersifat memaksa.


















DAFTAR PUSTAKA


Ali, MD, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo

Ali, Z. 2015. Pendidikan Agama Islam Kontemporer. Cirendeu : YMIB

Hasan, S. 2018. Hukum Islam: Sebuah Pengantar Komprehensif tentang Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Malang : Setara Press

Dwi, R. Prinsip dan Fungsi Hukum Islam di https://www.academia.edu/35148386/C._Prinsip_dan_Fungsi_Hukum_Islam (akses 19 Februari 2019)


[1] Zainuddin Ali, MA, Pendidikan Agama Islam Kontemporer. (Cirendeu : Penerbit YMIB, 2015) hlm 103-104
[2] Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam Kontemporer, (Cirendeu : Penerbit YMIB, 2015) hlm 106-107
[3] Sofyan Hasan, Hukum Islam: Sebuah Pengantar Komprehensif tentang Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Malang : Penerbit Setara Press, 2018), hlm 25
[4] Sofyan Hasan, Hukum Islam: Sebuah Pengantar Komprehensif tentang Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Malang : Penerbit Setara Press, 2018), hlm 26-27
[5] Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam Kontemporer (Cirendeu : Penerbit YMIB, 2015), hlm 109-111
[6] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 78-79
[7] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 97
[8] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 111-112

[9] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 126-128
[10] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 128-132
[11] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 132-138
[12] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 139-141
[13] Mohammad Daud Ali, Hukum islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 141-144
[14] Rina Dwi, “Prinsip dan Fungsi Hukum Islam”, diakses dari https://www.academia.edu/35148386/C._Prinsip_dan_Fungsi_Hukum_Islam , pada tanggal 19 Februari 2019 pukul 6:11

Comments

Popular posts from this blog

soal dan pembahasan fisika bab gerak harmonik sederhana kelas 11